Sunday, 4 January 2015

Fosil Manusia Purba Di Indonesia


Bagaimana sejarah penemuan manusia purba di Indonesia? Untuk mengetahui sejarah manusia purba dan corak kehidupan pada masa prasejarah, para ahli mengadakan penelitian. Penelitian dilakukan dengan mengadakan penggalian. Dalam penggalian sering ditemukan sisa-sisa tumbuh-tumbuhan dan
hewan yang sudah membatu. Sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang sudah membatu itu dinamakan fosil. Pada waktu penggalian diketahui bahwa bumi kita berlapis-lapis. Penelitian ilmiah tentang manusia purba (Paleoanthropologi) telah banyak dilakukan oleh para ahli di berbagai daerah di wilayah Indonesia sejak tahun 1889 sampai sekarang. Menurut Prof T. Jacob, masa penemuan fosil manusia purba di Indonesia dibagi dalam tiga tahapan, yaitu sebagai berikut:

Penemuan Manusia Purba Tahap I (1889-1909)

Penelitian fosil manusia purba di Indonesia pertama kali dilakukan oleh dr. Eugene Dubois dari Belanda. Ia datang ke Indonesia untuk mengadakan penelitian lebih lanjut setelah ia mendapat kiriman sebuah tengkorak asal daerah Wajak (Tulungagung Jawa Timur) dari B. D. Von Rietscoten (Belanda). Mula-mula Dubois meneliti gua-gua di Sumatera Barat tetapi hanya menemukan fosil-fosil hewan. Maka Dubois memindahkan kegiatannya ke Jawa dan akhirnya berhasil menemukan fosil manusia purba itu di kedungbrubus dan Trinil Kabupaten Ngawi Jawa Timur, yang terletak pada aliran bengawan Solo. Fosil temuannya berupa tengkorak, ruas leher, rahang, gigi, tulang paha, dan tulang kering Hasil temuannya diberi nama Pithecanthropus Erectus. Penemuan inilah yang menggemparkan para ahli di seluruh dunia. Karena itu penggalian di Trinil diulangi lagi oleh Ny. Salenka pada tahun 1907-1909. Penggalian tersebut tidak menemukan fosil-fosil manusia purba, tetapi hanya menemukan tumbuhan dan hewan.

Penemuan Manusia Purba Tahap II (1991-1941)

Usaha penemuan manusia purba selanjutnya dilakukan antara tahun 1931-1933 oleh suatu tim yang terdiri dari Ter Haar, Oppernoorth, dan Von Koenigswal di Ngandong, Kabupaten Blora. Penelitian manusia purba di sini menghasilkan satu seri tengkorak dalam jumlah besar (11 buah) dan ribuan fosil hewan. Fosil manusia purba ini oleh Oppenoorth diberi nama “Homo (Javanthropus) Soloensis”. Tahun 1936, Tjokrohandojo yang bekerja di bawah pimpinan Duyfjes menemukan sebuah fosil tengkorak anak-anak jenis Pithecanthropus di Utara Mojokerto. Antara tahun 1936-1941, Von Koenigswald mengadakan penelitian di Sangiran Surakarta hasilnya berupa fosil rahang, gigi, dan tengkorak dari jenis Pithecanthropus dan Meganthropus Palaeojavanicus. Karena itu penemua di Sangiran sangat penting artinya. Temuah tahap I sekarang tersimpan di Leiden (Belanda) sedangkan temuah tahap II sekarang tersimpan di Frankfurt (Jerman).

Penemuan Manusia Purba Tahap III (1952-sekarang)

Sejak tahun 1952, penemuan fosil-fosil manusia purba atau Paleoantropologi di Indonesia mulai dilakukan oleh para ahli bangsa Indonesia sendiri. Lembaga yang mempelopori penelitian adalah bagian Geologi Fakultas Teknik UI (sekarang ITB) kemudian diteruskan oleh Direktorat Geologi Bandung. Penelitian ini dipimpin oleh Marks yang telah menemukan rahang bawah dari jenis Meganthropus dan Sartono yang menemukan Pithecanthropus lain. Temuan fosil ini sebagian besar diperoleh dari Sangiran, tetapi di tempat lain juga mulai ditemukan situs manusia purba baru ialah di Sambungmacan (dekat bengawan Solo) Kabupaten Sragen. Pentingnya tahapan penemuan ini ialah ditemukannya bagian-bagian tubuh Pithecanthropus, misalnya tulang muka, dasar tengkorak, dan tengkorak dari Pithecanthropus Soloensis. Tahun 1963 didirikan proyek bersama antara Universitas Gajah Mada, Dinas Purbakala dan Peninggalan Nasional dan Jawatan Geologi yang disebut “Proyek Penelitian Paleonthropologi Nasional”

No comments:

Post a Comment